(POS62.ONLINE)|| Opini - Jakarta, 25 Nopember 2023.
Jakarta - Ijtima’ Ulama merupakan
pertemuan yang dilakukan oleh para ulama yang membahas sesuatu hal yang berkaitan dengan hukum Islam untuk keberlangsungan hidup, baik beragama maupun bernegara. Ijtima' ulama juga menjadi tradisi keberislaman yang sangat positif bagi bangsa religius seperti Indonesia.
Tujuan dari ijtima' ini tentu saja untuk merawat pengembangan keilmuan dan penyelesaian masalah keummatan berbasis pada turats dan kajian sosial kebangsaan, dan mencari solusi terbaik dalam setiap permasalahan sesuai dengan nilai - nilai islam.
Ijtima’ akan menghasilkan Fatwa atau Nasehat, petuah atau jawaban tentang persoalan masalah yang ada.
Lantas, pantaskah ijtima’ ulama dilakukan untuk mendukung salah satu pasangan Calon Presiden (Capres) dan Wakil Presiden (Wapres) ?
Kalau ditelusuri seluruh pasangan Capres dan Wapres Pemilu 2024 semuanya beragama Islam. Kenapa harus ada difatwakan dukungan diantara salah satu dari mereka. Bukan menolak keulamaan, namun menolak Ijtima’ ulama yang tidak substansial, tereduksi, dan terkesan ada agenda politik di dalamnya.
Dengan adanya fatwa dukung mendukung Capres dan Cawapres, maka secara tidak langsung telah mempolitisasi fatwa dan meneguhkan politik identitas bersentimen agama. Dikuatirkan hal ini akan memecah belah masyarakat, khususnya umat Islam. Bukankah Islam itu mengajarkan Rahmatan Lil’alamin?
Kita berharap seharusnya tidak terjadi lagi ada gelar cebong, kampret, dan kadrun yang merupakan wujud politik identitas yang telah terjadi pada pemilu - pemilu sebelumnya.
Secara legal formal di negara ini, lembaga yang berhak mengeluarkan fatwa dalam segala aspek adalah Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Dimana didalamnya diisi oleh berbagai ulama dari segala paham mazhab yang ada di Indonesia ini.
Dengan adanya Ijtima’ Ulama baru-baru ini yang secara tidak langsung mengeluarkan fatwa atas dukungan kesalah satu pasangan Capres - Cawapres 2024, maka perlu dinetralkan pemahaman ummat Islam yang mayoritas di negara ini. Pimpinan Pusat Majelis Ulama Indonesia harus menyampaikan Qoul Jadid (Pendapat Terbaru) tentang adanya Ijtima’ Ulama tersebut. Agar tidak terjadinya kisruh dan menguatnya politik identitas sesuai sentimen keagamaan. Sehingga Pemilu 2024 berjalan dengan aman dan damai tanpa melahirkan memori kolektif dikotomi antar masyarakat seperti pemilu di masa lalu. Kita semua berharap Pemilu 2024 juga melahirkan nakhoda baru yang membawa bangsa dan negara ini melesat maju untuk Indonesia yang sejahtera, berkeadilan, dan beradab.
Penulis : Guntur Syaputra Al Karim
Pengurus Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Al Washliyah